Beberapa hari lalu, hujan deras turun tanpa henti di kampung kami. Sungai di dekat Madrasah mengamuk dan airnya merendam halaman hingga kaki. Kami panik melihat genangan makin tinggi dan samar-samar tiba-tiba halaman Madrasah tercinta berubah jadi kolam besar. Kalau ingat detik-detik itu, hati kami mirip perahu kecil terbawa arus deras—tak menyangka begitu deras. Pagi harinya, saat air surut, yang tersisa hanyalah tumpukan lumpur tebal dan sisa sampah kayu di mana-mana. Rasanya sedih campur kaget: taman kecil kita yang hijau kini tertutup lumpur coklat, jalan setapak yang biasa dilewati siswa jadi licin, bahkan bangku-bangku belajar pun ada yang terendam.
Kondisi Madrasah tampak kacau. Beberapa ruang kelas yang sempat disusupi air meninggalkan bercak lembab di dinding, beberapa buku terbengkalai basah. Lapangan upacara yang dulu hijau rapi kini berlumpur. Jalan masuk Madrasah berdebu lumpur tebal, membuat setiap langkah harus ekstra hati-hati agar tidak terpeleset. Kami sempat menunda kegiatan belajar-mengajar karena barang-barang basah dan berantakan. Suasana hati semua orang juga ikut suram, melihat tempat bermain dan belajar anak-anak jadi begini.
Tapi kemudian, semangat kebersamaan kami bangkit. Para guru dan staf Madrasah langsung berkumpul membersihkan halaman bersama. Awalnya hanya beberapa orang saja berusaha menggerakkan sekop dan sapu, tapi melihat masih banyak lumpur, kami tahu harus melibatkan lebih banyak tenaga. Hari Sabtu pagi, bapak ibu guru, siswa, orang tua murid, bahkan tetangga sekitar saling bahu-membahu. Ada yang mendorong gerobak penuh lumpur, ada yang menyapu, sementara pemadam kebakaran datang membawa selang air dan truk pemadam. Alat berat mereka bantu mengangkat lumpur yang menumpuk di tempat sulit dijangkau. Kami seru-seruan satu sama lain sambil mencangkul lumpur, saling beri tahu jika ada bagian yang terlewat. Beberapa murid kecil ikut memegang sapu mungil, dengan ceria ikut kerja, meski beberapa kali meluncur karena licin. Kami tertawa geli tapi juga bangga – ini gotong royong sungguhan.
Di sela-sela membersihkan, kami juga saling mengingatkan cara menjaga lingkungan agar kejadian serupa tak terulang. Ibu-ibu tetangga yang ikut datang bicara tentang pentingnya rutin membersihkan selokan di sekitar Madrasah dan desa. Pak RT menyarankan agar kita bersama-sama menanam pohon di pinggir sungai untuk mengurangi banjir saat hujan lebat. Kepala Madrasah kami mengajak kita semua memperbaiki gorong-gorong drainase yang mampet, supaya air mudah mengalir. Semua saran itu kami catat sambil tersenyum sepakat. Ternyata, kebersihan dan keselamatan Madrasah adalah tanggung jawab kita bersama, bukan hanya tugas satu pihak saja.
Lambat laun, setelah kerja keras dan tawa lelah, halaman Madrasah pun kembali bersih. Matahari sore memantulkan cahaya di lantai yang sudah disapu bersih, dan udara kembali harum setelah bekas lumpur dibilas habis. Kami berbaris menikmati hasil kerja bersama: kursi-kursi yang sudah kembali rapi, taman kecil yang mulai tertata ulang, dan jalan masuk yang sudah kembali terang. Anak-anak bisa kembali belajar dan bermain tanpa hambatan. Kami semua tersenyum lega. Pengalaman ini mengajarkan satu hal penting: saat kita bersatu padu, tak ada badai yang terlalu besar. Semangat gotong royong telah mengatasi lumpur dan kesulitan. Semoga kebersihan dan kebersamaan ini selalu terjaga ke depannya. Bersama, kami yakin, kita bisa bangkit kembali dan terus menjaga Madrasah tercinta untuk anak-anak kita.Madrasah